Sunday, August 31, 2008

Menunggu Hassan Tiro Pulang ke Aceh


LAPORAN DARI BELANDA (1)

Menunggu Hassan Tiro Pulang ke Aceh
Minggu, 31 Agustus 2008, 09:37:08 WIB

Laporan: A.Supardi Adiwidjaya


Den Haag, myRMnews. Di Aula KBRI Den Haag diadakan pertemuan terbatas masyarakat Aceh dan beberapa wakil organisasi nonprofit Belanda yang memberikan bantuan bagi korban bencana alam (tsunami) dengan delegasi DPRD Istimewa Nanggroe Aceh Darussalam atau DPR Aceh (DPRA), Kamis (28/08).

Pertemuan tersebut dibuka oleh Dubes Junus Effendi Habibie, dan kemudian acara tersebut dipandu oleh Koordinator Fungsi Politik Dr.Siswo Pramono.

Menurut Wakil Ketua DPR Aceh H.Waisul Qaran Aly, beberapa hari yang lalu delegasi Dewan selama tiga malam berada di Swedia. Kemudian pagi harinya sampai di Nederland.

Di Belanda, rombongan DPRA akan menggelar sejumlah acara beberapa hari. Dan pada hari Minggu (30/08) mereka sudah akan kembali ke Indonesia dan singgah beberapa hari di Kuala Lumpur, Malaysia.

“Kunjungan ke Swedia sebenarnya ingin menjajagi dan ingin mendengar bagaimana pendapat masyarakat Aceh yang ada di negeri tersebut terhadap Rancangan Qanun Wali Nanggroe, yang telah diperintahkan dalam UU No.11/2006 sesuai dengan kesepakatan MoU Helsinski,” ujar Waisul Qaran Aly.

Jadi untuk itu, lanjut Waisul, kita ingin mengumpulkan semua pendapat masyarakat, agar Qanun Wali Naggroe nanti bisa berkualitas dan mumpuni, bisa mengayomi semua pendapat masyarakat Aceh yang ada, baik di Aceh, di luar Aceh maupun di luar negeri.

Rombongan terdiri atas 16 orang anggota Pansus XI DPR Aceh, dan ditambah para ahli, maka rombongan semuanya berjumlah 20 orang. Di Swedia delegasi telah bertemu dengan kelompok-kelompok masyarakat Aceh yang ada di negeri tersebut.

Sedang kunjungan ke Belanda ini, disamping ingin bertemu dengan masyarakat setempat, masyarakat Aceh yang ada di negeri ini, juga ingin meneliti literatur-literatur, yang menyangkut keadaan dan sejarah Aceh yang di Aceh sendiri sudah tidak ditemukan.

Seusai pertemuan tersebut koresponden Rakyat Merdeka dan myRMnews di Belanda A.Supardi Adiwidjaya bincang-bincang dengan Wakil Ketua DPRA H.Waisul Qaran Aly. Berikut ini petikannya.


Lewat berbagai media tampaknya ada dua istilah atau sebutan untuk parlemen setempat: DPRD Istimewa Nanggroe Aceh Darussalam dan DPR Aceh. Bagaimana penjelasan anda?
Berdasarkan UU 11/2006 Tentang Pemerintahan Aceh, sebenarnya tidak ada lagi istilah DPRD Aceh, yang ada adalah Dewan Perwakilan Rakyat Aceh yang disingkat menjadi DPRA.

Tahun depan akan digelar Pemilu. Bisa anda terangkan mengenai partai lokal di Aceh, yang juga turut serta dalam Pemilu Nasional?
Begini. Mengenai partai lokal ini juga adalah bagian dari Perjanjian Helsinski yang diwujudkan dalam UU 11/2006 tentang Pemerintahan Aceh.

Di situ diperintahkan lahir partai lokal. Mengenai keberadaan partai lokal ini sebenarnya karena perintah UU 11/2006 tersebut. Jadi harus kita jalani atau laksanakan. Tapi sejauh yang kita perkirakan, kita mengharapkan partai-partai lokal ini bisa bergandeng dengan partai-partai nasional. Makanya sekarang ini atau beberapa bulan lagi ke depan semua mata dunia akan tertuju ke Aceh.

Kita harapkan, ini menjadi contoh pula, bagaimana pada saat orang khawatir, misalnya pada saat terjadi Pilkada yang lalu di Aceh dengan terpilihnya Irwandi dari KPA dan GAM.

Hal ini ke depan orang berfikir lagi, bagaimana kalau apa yang terjadi ke depan. Ini masih tanda tanya. Sebenarnya penting, siapapun partai yang menang, kita harapkan kondisi Aceh yang stabil dan aman.

Bagaimana mengenai Wali Nanggroe?
Mengenai Wali Naggroe masih terdapat perbedaan pendapat. Mengingat berbagai UU yang berkaitan dengan Provinsi Aceh dan berdasarkan UU Nomor 11/2006 diperintahkan untuk dibentuk Wali Nanggroe. Jadi hal ini harus kita selesaikan.

Wali Nanggroe ini adalah suatu lembaga di mana secara tersirat dalam rapat-rapat tempo hari ada kesepakatan untuk mengembalikan, supaya Teuku Hassan di Tiro atau Teuku Hassan Tiro itu pulang ke Aceh menjadi seorang Wali Nanggroe yang mumpuni, yang mengayomi rakyat Aceh, sehingga kondisi Aceh akan aman. Untuk itulah kita sekarang ini menjembatani ini semua, supaya teman-teman bisa memahami apa isi qanun Wali Nanggroe nanti.

Wali Nanggroe ini adalah lembaga yang lebih erat kaitannya dengan adat istiadat Aceh. Mengenai soal Wali Nanggroe ini masih terjadi perdebatan, misalnya, apakah Wali Nanggroe ini kita ambil contoh model di Malaysia, yang misalnya bisa membubarkan parlemen, menghentikan gubernur.

Bagaimana menurut Anda mengenai peranan partai-partai lokal dalam Pemilu 2009 mendatang?
Mengenai Pemilu 2009 yang akan datang kita harapkan Aceh menjadi lebih aman dengan adanya partai-partai lokal. Sehubungan dengan ini kalau dulu mereka di luar sistem, sekarang ini mereka masuk dalam sistem. Dengan sekarang ini mereka masuk dalam sistem apa yang mereka kehendaki. Jika mereka memang dalam Pemilu, apa mau mereka? Bagaimana membuat Aceh ke depan menjadi lebih baik.

Bagaimana pendapat Anda mengenai mereka yang ingin memisahkan Aceh dari Republik Indonesia?
Begini. Sebenarnya masalah pemisahan diri itu sudah selesai dengan Perjanjian Helsinski.
Sudah selesai dengan lahirnya UU Nomor 11/2006 tentang Pemerintahan Aceh. Sekarang kita lakukan implementasi. Sejauh mana tugas-tugas pemerintah menyangkut UU Nomor 11/2006 tersebut. Ada beberapa tugas mereka juga belum selesai.

Dan ada juga beberapa qanun dari tugas pemerintah daerah, tugas pemerintah Aceh yang juga belum selesai. Nah ini harus kita selesaikan secara bertahap, sehingga persoalan-persoalan yang menjadi kesenjangan antara pemerintah Aceh dengan pusat bisa terselesaikan dengan baik. [yat]