Monday, November 01, 2010

Inilah yang Neolib Inginkan




Inilah yang Neolib Inginkan


Sabtu, 30 Oktober 2010 , 18:31:00 WIB

Laporan: A. Supardi Adiwidjaya

RMOL. Neoliberalisme mengungkung segala lini kehidupan bangsa Indonesia. Ini yang dipaparkan Gurubesar Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada (UGM) Cornelis Lay tatkala berbincang dengan Rakyat Merdeka Online di Leiden, Negeri Belanda.

Namun, memang ini yang kaum neolib inginkan. Merubah paradigma kerakyatan dengan ideologi pasar.

Berikut ini adalah sambungan wawancara tentang perang ideologi neolib melawan ekonomi kerakyatan seperti yang sebelumnya pernah dimuat.

Menyimak keterangan anda, tampaknya suram sekali masa depan kita ini. Komentar Anda?

Ya, tergantung bagaimana orang melihatnya. Kalau orang neoliberal, dia akan mengatakan tidak suram. Orang neoliberal akan mengatakan, bahwa masa depan kita akan cerah.

Mengapa? Karena kesulitan-kesulitan yang tampak saat sekarang ini muncul, seperti kemiskinan, kesenjangan sosial, hancurnya perusahaan-perusahaan nasional, hancurnya ekonomi nasional itu sekedar harga wajar yang harus dibayar dalam proses kita sungguh-sungguh menjadi bagian dari praktek neoliberal secara global.

Jadi mereka bilang, ya ada rupa ada harganya. Itu harga yang harus dibayar. Itu bagi mereka-mereka yang percaya pada neoliberal , yang melihat masa depan itu cerah lewat pasar.

Tapi bagi orang seperti saya yang pertama-tama juga sudah mempelajari perkembangan dari berbagai peradaban, bagaimana harga kemanusiaan itu harus dibayar dengan begitu mahal, kemiskinan yang sangat massal, dari peradaban-peradaban di Eropa yang tumbuh, di Amerika Serikat yang tumbuh dan seterusnya, merasa bahwa ya memang masa depan kita suram dengan neoliberal. Karena dia akan mengulangi lagi keganasannya untuk menghancurkan kelompok-kelompok yang di bawah, seperti yang dia lakukan pada periode-periode yang lalu di Barat.

Saya percaya betul, bahwa justru karena itu kita memutuskan punya negara. Justru karena Indonesia itu habis-habisan dieksploitasi oleh gagasan pasar pada waktu itu dalam bentuk imperialisme, kapitalisme itu, maka kita memutuskan berkelahi habis-habisan, nyawa banyak yang hilang untuk membentuk sebuah negara dengan asumsi , bahwa sebagai otoritas politik dia itu menjalankan tanggungjawab bagi kepentingan warganegaranya. Dan hal ini mestinya kita jaga terus.Kalau nanya ke orang-orang yang percaya kepada neolib itu udah benar.

Kalau nanya ke orang seperti saya, saya akan mengatakan, ya kita sedang menggali kuburan kita. Saya orang yang sangat percaya, bahwa proses kita menjadi bagian dari praktek neoliberal secara global itu sebenarnya cara yang paling cepat untuk kita sebagai bangsa mati. Mungkin kita sebagai sebuah negara kita tidak akan bubar. Tapi apa sih makna dari sebuah negara kalau dia samasekali tidak mampu berdiri di atas kakinya sendiri seperti yang Bung Karno ajarkan.

Benar sebuah negara itu harus tampak dari kualitasnya, yang bisa berdaulat ketika dia memutuskan kehidupan politiknya. Dia bisa tegak di atas kakinya sendiri ketika membangun ekonominya. Tapi sekaligus Indonesia bisa dibedakan dari bangsa-bangsa yang lain, ketika orang merujuk pada dentitas kultural, kebudayaan dia. Itulah Triksakti, yang saya kira menjadi ukuran paling sedikit, paling minimal ukuran yang paling rendah yang harus dipunyai oleh sebuah bangsa sebelum dia bisa mengatakan dirinya dia sebuah bangsa, sebuah negara. [arp]

0 Comments:

Post a Comment

<< Home