Saturday, September 20, 2008

Andi Mattalata: Eks Mahid Diselesaikan Lewat Administrasi

http://www.myrmnews.com/indexframe.php?url=situsberita/index.php?pilih=lihat_edisi_website&id=64761


LAPORAN DARI BELANDA
Andi Mattalata: Eks Mahid Diselesaikan Lewat Administrasi
Minggu, 21 September 2008, 10:24:37 WIB

Menhuk dan HAM Andi Mattalata bersama tim telah mengadakan pertemuan, dalam rangka sosialisasi UU No.12 Th. 2006 Tentang Kewarganegaraan RI, di aula KBRI Den Haag, Belanda, Jumat (19/9).

Pertemuan yang dibuka Dubes Junus Effendi Habibie dihadiri oleh cukup banyak masyarakat Indonesia, yang berdomisili di berbagai kota di Belanda. Beberapa saat sebelum acara pertemuan tersebut dimulai, koresponden Rakyat Merdeka dan myRMnews di Belanda A.Supardi Adiwidjaya berkesempatan mewawancarai Menhuk dan HAM Andi Mattalata. Berikut ini petikannya.

Ada jabatan yang tidak boleh dipegang oleh warga yang pernah menjadi warganegara asing atas kehendak sendiri. Juga sekaitan ini, bagaimana penjelasan Anda bagi mereka yang pernah memiliki kewarganegaraan ganda berdasarkan UU No.12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan RI ?

Jabatan yang tertinggi di Republik Indonesia itu Presiden. Dan syarat untuk menjadi presiden itu, antara lain, adalah warganegara Indonesia yang tidak pernah kehilangan kewarganegaraannya karena kehendak sendiri [UUD 1945, Bab III, pasal 6, ayat (1)].

Kenapa pasal ini masuk dalam UUD 1945. Dulu sebelum adanya amandemen kan simpel sekali: Presiden ialah orang Indonesia asli [lihat: UUD 1945 asli (sebelum diamandemen), Bab II, pasal 6, ayat (1)].

Pengertian orang Indonesia asli pada waktu itu konotasinya etnis, ras. Setelah perjalanan sekian lama dikonotasikan, kalau berbicara mengenai ras, siapa sih orang yang asli Indonesia itu? Jangan-jangan memang tidak ada “orang asli” itu.
Jadi pendekatannya melalui pendekatan hukum.

Lalu timbul masalah. Ada perang dunia, ada perang dingin, macam-macamlah. Tidak mustahil, ada orang yang tiba-tiba terkena masalah tertentu, yang membuatnya tidak bisa pulang ke negerinya. Dan di tempat di mana dia berada memerlukan status kewarganegaraan. Terpaksa kewarganegaraannya hilang, bukan karena kemauannya sendiri.

Orang yang mengalami kejadian seperti ini, dan kemudian menjadi warganegara Indonesia kembali bisa jadi presiden di Indonesia. Dan kalau menjadi presiden Indonesia saja bisa, masa menduduki jabatan lain tidak bisa. Kecuali barangkali jabatan-jabatan yang khusus untuk apa ya ... jabatan intel, keamanan yang sangat spesifik. Tetapi secara politik, pada dasarnya orang yang pernah memiliki kewarganegaraan asing bukan atas kemauan sendiri tidak masalah.

Berdasarkan UU Kewarganegaraan RI No.62 Tahun 1958, pencabutan paspor dan sekaligus juga kewarganegaraan eks-Mahid (eks mahasiswa ikatan dinas) dan “orang-orang yang terhalang pulang” lainnya adalah merupakan pelanggaran HAM. Oleh karena itu, dalam proses pengembalian paspor/kewarganegaraan mereka seyogyanya ada penegasan dari Pemerintah RI sekarang ini tentang pelanggaran HAM tersebut. Pendapat Anda?

Undang-undang No.12 Tentang Kewarganegaraan RI yang baru ini pendekatannya sebenarnya untuk mengakhiri semua masalah-masalah dasar kenegaraannya, siapa yang menjadi warganegara. Termasuk mengakhiri masalah-masalah kewarganegaraan yang bisa dikaitkan dengan masalah politik, dengan orientasi kami ke depan.

Karena itu UU No.12 Tentang Kewarganegaraan ini lahir hampir bersamaan dengan UU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi di DPR. Cuma sayang, ketika ke Mahkamah Konstitusi, MK membatalkan UU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi ini.

Karena itu pada saat UU No.12 Tentang Kewarganegaraan RI Tahun 2006 (yang diberlakukan hingga bulan Agustus 2009) dibuat berdasarkan pikiran kita ke depan, bukan ke belakang.

Alasannya apa?


Ya kita mau membangun negeri ini menyamakan dan menyatukan seluruh potensi bangsa ke depan. Kalau tentang masalah masa lalu, biarlah hukum yang menyelesaikanya.

Apa alasannya, Mahkamah Konstitusi mencabut UU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi itu?

Ada banyak alasannya di situ. Karena pertimbangannya di situ ada amnesti ...

Saya bilang juga salah satu masalah kita, karena Mahkamah Konstitusi kan seharusnya berfungsi sebagai pengadilan. Tapi dalam perkembangannya, kadang-kadang juga dia berfungsi sebagai pembuat undang-undang. MK juga membuat undang-undang baru ...

Kembali tentang UU Kewarganegaraan yang baru. Sebagai jalan keluar atau penyelesaian persoalan eks-Mahid dan “orang-orang terhalang pulang” lainnya, pemeritah SBY tampaknya menawarkan UU No.12 tahun 2006. Bagaimana penjelasan Anda?

Ya, memang demikian. Hal itu tentu ada persyaratannya. Artinya apa? Harus ada kemauan dari yang bersangkutan. Kenapa? Sering kita dikritik di Jakarta. Menjadi warganegara itu dianggap birokratis. Saya bilang, urusan menjadi warganegara itu memang bukan urusan yang harus diiklankan. Misalnya, mau mendirikan PT, mendirikan usaha, mendapatkan izin bangunan - itu memang harus diperebutkan, diiklankan.

Tetapi untuk menjadi warganegara, bukan sesuatu yang harus ditawar-tawarkan kepada orang lain. Jadi yang pertama harus muncul dari yang bersangkutan sendiri.

Tetapi persoalannya, mereka itu kan dicabut paspornya. Dalam UU No.12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan RI, misalnya menganggap bahwa eks-Mahid dan “orang-orang yang terhalang pulang” lainnya itu telah lalai dalam melapor ke KBRI setempat lima tahun berturut-turut adalah tidak sesuai dengan kenyataan yang sesungguhnya. Penjelasan Anda?

Ya, setiap problem itu kan ada penyelesaiannya: 1) melalui hukum; 2) melalui management/administrasi. Yang ditempuh UU No.12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan RI ini ialah penyelesaian melalui management/administrasi.

Kalau mau melalui proses hukum harus meneliti dulu mana ujung, mana pangkal. Orang akan memulai dulu pencabutan paspor itu dasarnya apa. Akan dikirim kepada panitera. Akan masuk ke masalah keterpengaruhan.Yang tadinya UU No.12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan RI ini mau mendamaikan orang, yang terjadi bukan damai. Tapi saling cari kesalahan. Karena saling cari kesalahan, tujuan kita untuk menyatukan energi bangsa untuk kepentingan bangsa, malah tidak tercapai.

Orang-orang keturunan saja yang di tanah air, yang kita tidak tahu kapan mereka datang (masuk) ke Indonesia, yang selama ini sekian tahun mengurus SBKRI (Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia), dengan UU No.12 ini mereka kita kasih kewarganegaraan RI. Apalagi untuk kawan-kawan kita, yang tadinya warganegara Indonesia, hilang kewarganegaraannya bukan karena kehendak sendiri. [yat]

0 Comments:

Post a Comment

<< Home